Curah hujan merupakan salah satu
unsur iklim yang penting dan merupakan daur hidrologi yang tidak terpisahkan.
Distribusi hujan akan berbeda-beda menurut ruang dan waktu. Perbedaan ini
dipengaruhi oleh faktor cuaca lain seperti suhu, kelembaban, radiasi matahati,
angin, dan topografi di suatu daerah.
Data hujan merupakan data yang
memiliki sifat fundamental dan sangat diperlukan dalam keperluan perencanaan
dan pekerjaan yang terkait dengan hidrologi. Sebagai contoh adalah erosi tanah,
pengendalian banjir, irigasi, ketersediaan air, pembangunan jalan, dan
pembangunan jembatan. Curah hujan yang dibutuhkan adalah curah hujan rata-rata
wilayah.
Salah satu daerah yang akan
dianalisis data stasiun hujannya adalah Jawa Tengah, tepatnya di bagian barat.
Titik tengah yang digunakan sebagai pemisah antara bagian timur dan bagian
barat adalah Semarang, sehingga Semarang digunakan sebagai salah satu daerah
kajian dalam analisis korelasi stasiun hujan.
a.
Sebaran Stasiun Hujan
Suatu daerah memerlukan sebaran
stasiun hujan yang optimal, artinya jumlah stasiun hujan tersebut tidak boleh
melebihi maupun kurang dalam hal jumlah.Stasiun hujan yang ideal diperlukan di
suatu daerah. Hal ini dikarenakan apabila terlalu sedikit jumlah stasiun
hujannya maka data hujan akan menunjukkan error
yang cukup tinggi dan tidak bisa merepresetasikan keadaan curah hujan di suatu
wilayah. Stasiun hujan juga tidak boleh terlalu banyak, karena jumlah yang
berlebih tentu tidak akan efisien.
Sebaran
stasiun hujan yang berada di daerah Jawa Tengah bagian barat ini dapat dilihat
pada peta sebaran stasiun hujan Jawa Tengah bagian barat. Berdasarkan pada
peta, diketahui bahwa terdapat 18 stasiun hujan yang tersebar di 18 kabupaten
yang ada di Jawa Tengah. Berdasarkan perhitungan dari metode Wilsom E. M (1974),
diketahui bahwa stasiun hujan yang ada adalah antara 12 hingga 15 stasiun
hujan. Stasiun hujan yang ada di daerah
penelitian adalah 18, namun hal ini masih bisa dikatakan ideal sebab perbedaan
fisiograf yang ada di Jawa tengah, dimana Jawa dibagi menjadi 3 daerah utama.
Utara merupakan daerah lipatan, tengah merupakan daerah gunung-gunung api,
sedangkan daerah selatan berupa dataran dan pengangkatan. Perbedaan fisiografi
tersebut yang menyebabkan perbedaan topografi antar daerah. Hal ini yang
menjadi pertimbangan meletakkan stasiun hujan sebanyak 18 agar mampu
merepresentasikan data yang ada untuk analisis selanjutnya.
b.
Korelasi Antar Stasiun Hujan
Tingkat korelasi
antar stasiun hujan digunakan untuk mengetahui bagaimana korelasi antar 2
stasiun hujan yang berdekatan. Korelasi ini menunjukkan bagaimana hubungan
antara dua stasiun yang berdekatan, apakah memiliki korelasi yang tinggi,
sedang, atau rendah. Apabila korelasi antar 2 stasiun memiliki nilai yang
besar, maka perlu dilakukan pertimbangan kembali untuk menghilangkan salah satu
stasiun hujan sebab hal tersebut tidak efisien karena memiliki nilai yang sama.
Korelasi antar stasiun hujan
digunakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum menganalisis perhitungan
lain, seperti interpolasi, hujan wilayah, dan iklim. Korelasi antar stasiun
perhitungannya menggunakan SPSS, dan dalam menentukan perhitungan membuat
segitiga-segitiga yang saling menghubungkan stasiun dan stasiun terdekat. Korelasi
antar stasiun dapat dilihat pada tabel korelasi dari hasil SPSS. Ukuran
solidaritas dari hasil perhitungan korelasi antar stasiun yaitu:
0,0
– 0,199 = Korelasi sangat lemah
0,2
– 0,399 = Korelasi lemah
0,4
– 0,599 = Korelasi sedang
0,6
– 0,799 = Korelasi kuat
0,8
– 1 = Korelasi sangat kuat
Hasil
diketahui bahwa dari data hujan tahun 1979-2010 diketahui stasiun hujan yang
berada di daerah Jawa Tengah Bagian Barat memiliki korelasi antar stasiun yang
berbeda-beda, mulai dari korelasi lemah, korelasi sangat lemah, korelasi
sedang, korelasi kuat, dan korelasi sangat kuat. Korelasi antar stasiun sangat
lemah, lemah, dan sedang menunjukkan bahwa antar stasiun tersebut memiliki
hubungan yang kecil. Sehingga stasiun yang memiliki nilai korelasi yang sangat
lemah, lemah, dan sedang tidak perlu dihilangkan salah satu stasiunya karena
dua daerah yang diwakili kedua stasiun tersebut tidak saling berhubungan. Hal
ini bisa dipengaruhi oleh jarak antar stasiun maupun perbedaan ketinggian dari
stasiun hujan yang diamati.
Korelasi yang kuat adalah korelasi
yang memiliki nilai pada rentang 0,6 – 0,799. Pada rentang ini terdapat 11
korelasi antar stasiun yang menggambarkan kondisi tersebut. Korelasi yang kuat
menunjukkan perbedaan yang sedikit antara kedua stasiun yang dianalisis. Hal
ini dipengaruhi oleh jarak dan hujan yang hampir seragam dalam setahun pada
daerah yang dianalisis.
Korelasi sangat kuat adalah koreasi
yang memiliki rentang 0,8 – 1. Kondisi korelasi sangat kuat ditunjukkan oleh 3
pasangan korelasi stasiun hujan. Korelasi tersebut yaitu korelasi Sempor-Wadas
Lintang, korelasi Cilacap-Karangkemiri, dan korelasi Sempor-Karangkemiri.
Korelasi sangat kuat ini menunjukkan hubungan yang sangat kuat dari ketiga
pasangan korelasi tersebut. Karangkemiri dengan Sempor memiliki nilai korelasi
yang sangat kuat karena jarak stasiun tersebut yang kecil, yaitu 18,94 km. Jarak
yang dekat membuat korelasi antara kedua stasiun ini menjadi lebih besar
dibandingkan dengan daerah lain karena hujan yang ada relatif sama karena
pengaruh ketinggian tempat yang ada.
c.
Hubungan Jarak Stasiun dengan Korelasi Antar Stasiun
Analisis
selanjutnya yang dibahas adalah hubungan antara jarak antar stasiun yang
terdekat terhadap korelasi antar stasiun. Jarak antar stasiun dihubungkan
dengan membuat segitiga-segitiga yang membuat poligon tertutup sehingga
mewakili daerah yang akan dianalisis. Sedangkan Korelasi juga sama menggunakan
hasil dari segitiga yang ada.
Gambar 1. Grafik Hubungan Korelasi dan Jarak Antar
Stasiun
Berdasarkan grafik hubungan korelasi
dan jarak antar stasiun, dapat dilihat bahwa grafik menunjukkan pola yang
berbanding lurus dengan hubungan yang sangat lemah. Pola yang ditunjukkan
cenderung berbanding lurus, namu hubungan yang lemah menunjukkan bahwa semakin
tinggi jarak antar stasiun, belum tentu diikuti dengan kenaikan korelasi. Hal
ini dipengaruhi oleh perbedaan fisiografi yang mendasar di Jawa Tengah, dimana
daerah utara merupakan daerah lipatan, daerah tengah merupakan daerah yang
terdiri dari jajaran gunung api, dan daerah selatan merupakan dataran.
Perbedaan fisiogafi ini mempengaruhi terhadap hubungan antara jarak dan
korelasi, karena topografi mempengaruhi curah hujan. Korelasi antar stasiun
yang berdekatan bisa memiliki hubungan yang lemah karena memiliki perbedaan
topografi. Topografi merupakan salah satu yang mempengaruhi curah hujan, dimana
semakin tinggi suatu tempat, akan menyebabkan curah hujan di daerah tersebut
cenderung semakin besar curah hujannya.
d.
Hujan Wilayah di Jawa Tengah Bagian Barat
Curah hujan di suatu wilayah berbeda
dengan curah hujan curah hujan di wilayah lainnya. Artinya, curah hujan akan
berbeda-beda menurut ruang dan waktu, tergantung faktor-faktor yang
mempengaruhi seperti suhu, kelembaban, angin, radiasi matahari, dan topografi
suatu tempat. Curah hujan wilayah dibuat diperkirakan dari 18 titik stasiun
hujan yang tersebar di Jawa Tengah bagian Barat. Distribusi hujan wilayah Jawa
Tengah bagian barat disajikan dalam suatu peta isohyet, yang berasal dari
perhitungan rata-rata tahunan tahun 1991-2000 dan 2001-2010.
Peta Isohyet yang pertama diperoleh
dari rata-rata curah hujan tahunan tahun 1991- 2000. Hujan yang ditampilkan
pada peta Isohyet tahun 1991-2000 menunjukkan bahwa curah hujan tertinggi
adalah 4400 mm/tahun, dan curah hujan terendah sebesar 1600 mm/tahun. Pola
isohyet menunjukkan curah hujan yang tinggi di bagian tengah. Tingginya curah
hujan di bagian tengah ini dipengaruhi oleh fisiografi di daerah tengah. Daerah
tengah pulau jawa merupakan daerah yang terdiri dari jajaran gunung api,
sehingga memiliki topografi yang tinggi. Topografi yang tinggi mengakibatkan
tingginya curah hujan karena adanya hujan orografis, dimana semakin tinggi
suatu tempat maka curah hujannya akan cenderung lebih besar.
Peta Isohyet yang kedua diperoleh
dari rata-rata curah hujan tahunan tahun 2001-2010. Hujan yang ditampilkan pada
peta Isohyet tahun 2001-2010 menunjukkan bahwa curah menunjukkan pola isohyet
yang hampir sama dengan periode isohyet tahun 1991-2000. Curah hujan tertinggi
adalah 4400 mm/tahun, dan curah hujan terendah sebesar 1500 mm/tahun. Pola
isohyet menunjukkan curah hujan yang tinggi di bagian tengah. Tingginya curah
hujan di bagian tengah ini dipengaruhi oleh fisiografi di daerah tengah. Daerah
tengah pulau jawa merupakan daerah yang terdiri dari jajaran gunung api,
sehingga memiliki topografi yang tinggi. Topografi yang tinggi mengakibatkan
tingginya curah hujan karena adanya hujan orografis, dimana semakin tinggi
suatu tempat maka curah hujannya akan cenderung lebih besar.
Penyebaran curah hujan wilayah
berdasarkan metode Isohyet diketahui bahwa di daerah tengah memiliki curah
hujan yang tinggi, yaitu di daerah Purbalingga, Banjarnegara, Pemalang,
Banyumas, dan Wonosobo. Tingginya curah hujan ini dipengaruhi oleh topografi
daerah tersebut yang merupakan daerah dengan topografi pegunungan, sehingga
memiliki curah hujan yang tinggi.
Curah hujan yang tinggi juga bisa
dilihat pada stasiun hujan Sempor. Stasiun hujan sempor memiliki curah hujan
yang tinggi, sehingga merupakan daerah tangkapan hujan. Curah hujan yang tinggi
di daerah Sempor sebagai daerah tangkapan hujan telah dimanfaatkan oleh
pemerintah untuk membangun Waduk Sempor. Waduk Sempor merupakan waduk yang
memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai pembangkit listrik, penahan air agar
tidak cepat masuk ke laut, dan sebagai sumber irigasi daerah yang berada di bawahnya.
Curah hujan tinggi juga berada di
daerah Dataran Tinggi Dieng. Dataran tinggi dieng seperti yang diketahui,
merupakan dataran tinggi yang sebagian besar lahannya merupakan lahan kritis.
Pengelolaah lahan di daerah ini merupakan pengelolaan yang buruk, karena petani
disana teraseringnya tidak sejajar kontur, melainkan tegak lurus kontur.
Terasering yang tegak lurus kontur tersebut menyebabkan tanah akan mudah
mengalami erosi, sehingga top soil
atau tanah atas akan hilang apabila terjadi hujan. Tanah atas merupakan tanah
yang subur karena memiliki unsur hara yang banyak. Apabila terjadi hujan, maka
akan tererosi oleh overland flow. Hal
ini dipengaruhi oleh curah hujan rata-rata tahunan yang tinggi di daerah Dieng
dilihat dari Peta Isohyet yang ada. Curah hujan yang tinggi tersebut mengakibatkan
daerah Dieng semakin berbahaya, curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan
lahan yang ada akan terosi. Daerah tangkapan hujan tersebut mengakibatkan daerah
dieng seharusnya digunakan sebagai daerah Tangkapan Hujan, karena apabila
penggunaan lahan tidak sesuai makan akan memiliki bahaya yang tinggi, seperti
terjadi longsor.
Daftar
Pustaka
Sugiyono.
2009. Statistik Untuk Penelitian. Bandung
: Alfabet.
Tjasyono,
Bayong. 2004. Klimatologi. Bandung :
ITB.
